Laman

Minggu, 13 Agustus 2017

Kamu yang Disebut Orang Ketiga


(Pertama kali tayang di website Gogirl! edisi Sabtu, 12 Agustus 2017)


Aku tahu kamu berdebar-debar sekarang dan merasa gugup. Sejujurnya, aku pun merasakan hal yang sama. Kita bertiga—aku, pacarku dan kamu—sedang membuat mading sebagai tugas Bahasa Indonesia. Aku tahu kamu pasti sebenarnya tak ingin satu kelompok dengan kami. Harusnya salah satu di antara aku atau pacarku saja. Namun, apa boleh buat? Pembagian kelompok berdasarkan nomor absen sudah ditentukan oleh guru kita yang mirip Adolf Hitler. Absenmu di atasku sedangkan Maya, pacarku, berada di bawahku. Jadilah kita satu kelompok dalam kecanggungan.
“Kita tentukan temanya dulu,” ucap Maya dengan semangat, kamu masih terdiam canggung. “Bagaimana denganmu, Sayang? Ada masukan untuk tema?” tanya Maya padaku.
“B-bagaimana kalau tentang sepak bola?” jawabku tergagap.
“Jangan, ah. Tiap hari bahas sepak bola terus memang kamu tidak bosan sampai mading juga temanya sepak bola?” Maya memanyunkan bibirnya yang dihiasi lipgloss natural membuatku gemas melihatnya. “Kalau Nora? Ada usulan untuk tema?”
Kamu terkesiap dari lamunan, sejenak menatap Maya bingung sebelum akhirnya tersenyum memamerkan deretan gigi yang putih.
“Cinta segitiga?” Kata-kata itu meluncur dari bibirmu seolah memojokanku. Hening sesaat. Atmosfer aneh tiba-tiba menyelimuti kita bertiga.
“Cinta segitiga? Pengalaman pribadi ya?” Maya tertawa, kita berdua mematung seperti maling ayam yang digerebek warga. “Tapi boleh juga, pasti keren! Nora memang pintar, pantas ranking satu terus.”
Kau tersenyum canggung menanggapi pujian dari Maya. Sekilas kamu menatapku yang kusambut dengan senyum tipis. Andai kamu tahu, sejujurnya saat ini aku ingin mengusap rambutmu dan berbisik, “Tak apa, bersabarlah, Sayang.”
***
Kamu sudah tidur? Tanyaku lewat pesan sebuah aplikasi chat. Beberapa menit kemudian muncul balasan darimu bahwa kamu sedang membaca novel sekarang. Itu adalah hobimu selain menulis cerpen dan membuat kue. Kamu gadis yang terbilang pendiam, lebih senang melakukan apapun sendiri, tapi menjadi siswi paling cerdas di kelas. Rankingmu selalu pertama dan menjadi andalan semua anak-anak di kelas untuk urusan contekan. Sayangnya, kamu menutup hati untuk siapapun.
Tiga bulan yang lalu untuk pertama kalinya kita mulai berkirim pesan. Maya cemberut dan mendiamkanku sejak pulang ekstrakurikuler paduan suara bersamamu dan beberapa teman lain. Aku paling tidak tahan jika Maya cemberut seperti itu, maka aku iseng bertanya padamu tentang apa yang terjadi. Maya ditegur tutor karena berkali-kali salah nada, kamu menjelaskan alasan Maya cemberut. Aku mengerti dan sejak itu kita sering berkirim pesan. Mulai dari pesan biasa membahas soal sekolah, kemudian menjadi pesan yang lebih pribadi tentang hobi, keluarga, pacar dan berlanjut menjadi pesan yang lebih intim tentang  perasaan masing-masing.
Aku dan kamu tidak tahu sejak kapan tepatnya kita mulai menjalin hubungan selayaknya kekasih meski tak ada orang yang tahu. Setiap malam, setelah mengucapkan selamat malam untuk Maya, aku akan mengirim pesan untukmu. Melebur rindu karena seharian nyaris tak bisa menyapamu. Sudah tidur? Apa yang sedang kamu lakukan sekarang? Buku apa yang sedang kamu baca? Apa rencanamu besok pagi? Apa harimu menyenangkan di sekolah hari ini? Apa ada yang mengganggumu? Jangan kecapean, istirahat yang cukup. Tidurlah, mimpi indah, Sayang. Itu adalah percakapan yang selalu hadir di malam-malam kita untuk esok hari aku hapus bersih tanpa meninggalkan jejak apalagi membuat Maya curiga.
Tanpa terasa, tiga bulan berlalu dalam cinta yang bisu. Rasa cemburu jelas ada ketika melihatmu didekati siswa lain dan tentu kamu boleh cemburu melihat kemesraanku bersama Maya. Kamu cemburu? Suatu malam aku bertanya karena siangnya aku mencium kening Maya di depan kelas karena paksaan dari anak-anak yang merayakan ulang tahun Maya. Kata teman-teman sekolah, aku dan Maya adalah pasangan yang serasi. Dan aku tak bisa menolak paksaan mereka ketika Maya sendiri tidak keberatan. Aku lihat kamu diam dengan ekspresi datar menatapku saat itu.
Tidak, kenapa harus cemburu? Kamu bertanya diikuti emot senyum membuatku semakin merasa bersalah. Akan lebih baik jika kamu menjawab bahwa kamu cemburu, marah dan sakit hati. Bukankah cemburu adalah tanda cinta? Ataukah cintamu mulai meragu karena status yang tidak jelas? Maaf. Hanya itu yang bisa aku tulis untukmu. Maaf, karena aku belum bisa mengatakan pada yang lain bahwa kita saling memiliki. Maaf, karena aku harus menyembunyikanku. Maaf, karena aku terus menyakitimu. Maaf. Kamu tak membalasnya, mungkin kamu sudah tertidur atau mungkin juga kamu menangis. Menangisi cinta kita, menangisi status kita.
Hari ini, Maya sakit, sepulang sekolah wajahnya pucat karena datang bulan hari pertama padahal malamnya kami berniat nonton film. Tiket bioskop sudah di tangan, tapi Maya bahkan tak bisa bangun dari tempat tidur. Aku memberanikan diri mengajakmu.
“Ayo kita nonton!” Kamu kaget karena tiba-tiba aku muncul di depan pintu rumahmu. Kamu berpikir sejenak dan dengan senyuman kamu mengangguk setuju. Untuk pertama kalinya aku menggandeng tanganmu ketika memasuki bioskop.
“Kamu dingin?” tanyaku yang merasakan tanganmu yang sedingin es.
“Aku gugup,” ucapmu, membuatku tak bisa menahan diri untuk mengusap rambut panjangmu. Kita seperti kekasih pada umumnya. Nonton film, bergandengan tangan, tertawa bersama dan melihat pemandangan kota malam hari.
Aku senang. Terima kasih untuk hari ini. Kamu mengirimiku pesan sebelum tidur sedangkan aku harus menelepon Maya untuk menanyakan kabar.
Sudah dua minggu ini aku tak lagi mengirimimu pesan. Aku berhenti total, tak ada ucapan selamat malam atau sekadar basa-basi menanyakan novel apa yang kamu baca. Di sekolah aku tak acuh padamu. Bahkan sekadar melirikmu pun tak aku lakukan. Kita seperti dua orang beda alam. Aku tak peduli karena rencanaku sudah berhasil.
“Sayang, aku ranking satu!” seru Maya memamerkan hasil ujian akhir semesternya. Aku tersenyum kemudian menatapmu. Ternyata mudah mengacaukan konsentrasi si ranking satu. Cukup buat kamu jatuh cinta dan tinggalkan tepat sehari sebelum ujian akhir.
Maya ingin mendapat ranking satu di kelas, tapi kamu terlalu cerdas untuk ia kalahkan. Tidak apa-apa bukan, sekali-kali menjadi yang kedua? Karena bahkan selama tiga bulan ini kamu menjadi orang ketiga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar