(Pertama kali tayang di website Gogirl edisi Sabtu, 27 Mei 2018)
“Kalau
kamu sedih dan sakit hati karena mereka, datanglah ke tempatku. Aku akan
memelukmu hingga kamu tenang dan tersenyum. Aku akan menjagamu. Tapi, jangan
jatuh cinta padaku, karena aku hanya akan memberimu rasa sakit sama seperti
mereka.”
Kamu selalu mengatakan itu padaku; jangan jatuh cinta, sedekat apa pun kita bersama, seerat apa pun kamu memelukku, aku tidak boleh jatuh cinta padamu. Aku terus mengingat ucapanmu, meski banyak orang yang mengatakan kita adalah pasangan serasi. Tidak ada pasangan yang lebih serasi dibanding kita berdua di sekolah ini. Tidak ada. Namun, nyatanya semua ini adalah kebohongan. Ini semua hanya sebuah pelarian, karena masing-masing dari kita memiliki cinta untuk orang lain.
Awalnya, semua ini hanya sebuah permainan untuk orang-orang patah hati seperti kita. Apa semua orang yang patah hati selalu melakukan hal bodoh untuk menyembuhkan diri? Mungkin iya.
“Ayo, kita pacaran,” ucapmu di suatu sore sepulang sekolah.
Aku mengabaikanmu tentu saja. Pertama, aku tidak begitu mengenalmu meski kita satu sekolah. Kedua, aku sedang patah hati karena Kak Pandu, kakak kelas yang selama ini aku sukai jadian dengan Shien, sahabatku. Dan bagaimana bisa kamu mengajakku pacaran seperti meminta sontekan PR Matematika?
Kamu bilang, kamu hanya ingin menolongku. Kamu tahu betul bagaimana rasanya patah hati, itu sebabnya kamu ingin menolong dengan menjaga hatiku.
“Anggap saja aku ini Kak Pandu.”
Apa bisa aku melakukannya? Aku tahu, aku sakit hati ketika Kak Pandu yang begitu aku kagumi dan berharap suatu hari nanti menjadi pacarku malah jadian dengan Shien. Namun, melampiaskan cinta ini padamu dan menganggapmu sebagai dirinya, apakah itu suatu hal yang bijak? Aku tidak mengenalmu, tapi kamu menawarkan tempat berlindung dan berjanji menjagaku. Meski itu artinya aku juga harus memberi tempat berlindung yang sama.
“Kalau kamu sedih karena melihat Kak Pandu dan Shien jalan bersama, datanglah padaku. Kalau kamu marah karena Kak Pandu tidak punya waktu lagi untukmu, lampias padaku. Kalau di malam Minggu kamu ingin pergi ke luar, aku akan menjemputmu. Aku akan melakukan apa pun yang ingin kamu lakukan dengan Kak Pandu, seperti juga aku ingin melakukannya dengan seseorang.”
Sama seperti aku yang begitu mencintai Kak Pandu, kamu juga pasti sangat mencintai Shien. Kita hanya pelampiasan dari sesuatu yang tidak bisa kita gapai, mencoba tetap bertahan dan tersenyum dengan berada di bawah kenyamanan dari orang lain, walau tanpa cinta. Aku pikir, itu tidak ada salahnya. Maka, sejak itu, kita bersama, membohongi orang-orang dengan mengatakan kita menjalin hubungan. Pacaran. Kamu akan memberiku segalanya, tapi dengan satu syarat: aku tidak boleh jatuh cinta padamu.
“Apa yang kamu sukai dari Shien?” tanyaku suatu kali ketika kita jalan di malam Minggu.
“Shien?” Kamu menatapku bingung.
“Iya. Bukannya kamu suka sama Shien, makanya kamu patah hati saat dia jadian dengan Kak Pandu dan melampiaskannya padaku?”
Kamu tidak segera menjawab. Berbeda denganku yang terang-terangan bercerita padamu tentang rasa sukaku pada Kak Pandu, kamu tidak pernah membahas soal Shien. Mungkin karena Shien adalah sahabatku, jadi kamu enggan membahasnya. Cowok memang lebih bisa menyembunyikan perasaan. Itu yang aku pelajari darimu.
“Mungkin… karena dia cantik,” jawabmu akhirnya.
“Mungkin?” Aku heran, semua orang juga pasti setuju kalau Shien itu cantik. Dan itu bukan sebuah alasan kuat untuk membuat seseorang jatuh cinta.
“Bagaimanapun, yang namanya cinta itu dari mata turun ke hati,” sanggahmu dan aku mengalah.
Shien memang memiliki daya tarik sendiri dengan mata sipit dan pipi chubby yang menggemaskan. Apa semua cowok menyukai cewek seperti itu? Apa itu sebabnya Kak Pandu langsung tertarik dengan Shien dan mengabaikan aku yang telah lama mengenal dirinya?
Dulu aku dan Kak Pandu selalu bersama, melewati masa-masa kecil dengan bermain di taman atau di rumahku. Aku yakin suatu hari dia akan menyatakan cinta padaku seiring bertambahnya usia dan kedewasaan kami. Bukankah suatu hal yang wajar ketika sahabat jadi cinta? Namun, aku lupa bahwa di dunia ini tidak hanya tentang kami berdua; ada orang lain, ada cewek lain yang lebih bersinar yang membuat mata Kak Pandu tertuju padanya. Jika sekarang aku kehilangan Kak Pandu dan harus melampiaskannya padamu, itu semua murni salahku.
“Kalau begitu, cobalah tunjukkan perasaanmu padanya. Jangan terus menerus bersembunyi di balik kata persahabatan.” Kamu mendebatku ketika aku menangis karena Kak Pandu semakin jauh dariku.
Tak ada lagi aku dalam hari-hari Kak Pandu. Semua tentang Shien dan aku kehilangan dirinya. Aku cemburu dan sakit hati.
“Nyatakan perasaanmu. Itu lebih baik. Aku tahu kamu tersiksa karena hubungan ini. Setidaknya, biarkan dia tahu apa yang kamu rasakan.”
Tidakkah kamu mengerti, bahwa ada kalanya kita harus tetap bersembunyi agar tidak kehilangan lebih banyak. Aku tidak mau melangkah lebih jauh lagi untuk menghindari orang yang aku cintai. Kita benar-benar pecundang, bukan?
“Aku takut. Aku takut kalau harus merasakan sakit hati lebih dari ini.”
“Kamu masih punya aku. Kamu bisa bersandar padaku jika merasakan sakit.”
Ada
ketulusan di matamu dan ketika kamu memelukku, aku tahu bahwa aku bisa
bersandar padamu. Kita bisa saling membagi rasa sakit itu. Dan aku yakin, aku
bisa menyampaikan perasaanku pada Kak Pandu. Bukankah dia orang yang baik, itu
sebabnya aku jatuh cinta padanya? Pasti dia tidak akan membuatku sakit hati.
***
Semua tidak berjalan lancar. Aku hanya berpikir Kak Pandu pasti akan mengerti perasaanku meski dia tidak akan menyambut hatiku. Setidaknya, dia pasti mengerti dan tidak akan menghancurkanku. Tapi, ternyata aku salah.
“Aku pikir, kamu mengerti arti sayangku padamu selama ini. Aku sudah menganggapmu seperti adikku. Terlebih Shien adalah sahabatmu sendiri.”
Aku tidak mengerti. Bukan jawaban seperti ini yang ingin aku dengar. Ini bukan Kak Pandu yang aku kenal. Bukankah harusnya dia memeluk untuk menenangkanku jika memang dia tidak bisa menerima hatiku? Tidak. Aku bahkan tidak meminta hatinya. Aku hanya ingin dia tahu alasanku tersenyum padanya selama ini. Lalu kenapa dia menyalahkan rasa sudah sejak lama terbangun indah di hatiku?
“Tidak semua cinta berakhir indah.” Kau datang padaku malam harinya.
Pada akhirnya aku hanya bisa bersandar padamu. Pada akhirnya aku akan terus terikat denganmu. Mungkin tidak akan ada masalah. Kamu akan tetap menjagaku dan memberi sebuah kenyamanan, asal aku tidak jatuh cinta padamu.
***
Senyummu terasa lain kali ini, padahal kamu tersenyum seperti biasa. Genggaman tanganmu pun terasa lain; lebih hangat. Dan pelukanmu terasa lebih nyaman. Namun, ada gemuruh dalam hatikku setiap kali merasakannya. Apa ini? Kenapa rasanya sesak setiap kali melihatmu bersama cewek lain? Perasaan apa ini? Mungkinkah aku ….
“ … jatuh cinta padamu.”
Kamu menatapku datar. Binar matamu lain, ada sesal di sana. Kamu menghela napas panjang sebelum bangkit dari dudukmu dan beranjak padaku.
“Kenapa kamu melakukan ini? Bukankah aku sudah bilang, jangan jatuh cinta padaku?” Kamu mengusap rambutku.
“Aku merasakannya. Cinta. Yang bahkan lebih kuat dibanding pada Kak Pandu. Lagipula, bukankah kita memang serasi? Kenapa tidak kita coba saja?”
“Aku tidak bisa. Maaf. Dan jika setelah kamu sakit hati, aku tidak bisa lagi menolongmu. Itu perjanjian kita.”
“Kenapa? Apa kamu benar-benar tidak bisa melupakan Shien?”
“Bukan Shien.”
“Lalu siapa?” Aku tidak mengerti. Bukan Shien?
“Bukan Shien yang ada dalam hatiku. Ini tidak seperti yang kamu kira.”
Kata-kata selanjutnya yang keluar dari bibirmu membuatku limbung. Bukan Shien. Bukan gadis bermata sipit itu yang membuatmu tidak bisa jatuh cinta padaku, tapi orang lain. Orang yang sama yang aku cintai sebelumnya, yaitu Kak Pandu.
Seketika kakiku melemas menyadari pribadimu sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar