
(Pertama kali tayang di ideide.id https://ideide.id/kupu-kupu-di-kamar-mei.html)
Aku tidak tahu bagaimana kupu-kupu itu muncul dan memenuhi setiap
jengkal kamar Mei, kakak perempuanku. Mereka hinggap di lemari, beterbangan di
atas ranjang, dan berkerumun di meja rias. Aku pikir ratusan kupu-kupu itu
berasal dari taman bunga tak jauh dari rumah kontrakan Mei, tapi aku salah; tak
ada taman bunga di sekitar permukiman di mana Mei menyewa sebuah rumah.
Kupu-kupu itu tidak berasal dari mana pun, melainkan muncul begitu saja di
kamar Mei seolah mereka berkembang biak di sana.
“Kakak memelihara kupu-kupu?” tanyaku saat pertama kali memasuki rumah
kontrakan Mei. Sudah empat tahun ini Mei merantau ke ibu kota untuk melanjutkan
pendidikan di bangku kuliah sembari bekerja.
Ini pertama kalinya aku mengujungi Mei. Dia selalu menolak ketika aku
atau keluargaku yang lain ingin mengunjunginya. Namun, kali ini Mei mengiyakan
permohonanku untuk tinggal sementara di kontrakannya sembari menghabiskan waktu
libur sekolah.
Ketika kutanya perihal kupu-kupu di kamarnya, Mei tidak menjawab. Dia
hanya tersenyum dan mengatakan bahwa mereka semua hanya menemani dirinya.
“Sepi sekali karena jauh dari keluarga,” ucapnya.
Aku bisa mengerti. Hidup jauh dari keluarga demi melanjutkan pendidikan
dan membantu ekonomi keluarga tidaklah mudah. Jujur, aku salut padanya; dia membiayai
sendiri kuliahnya dengan bekerja, dan sebagai anak tertua Mei selalu mengirim
uang untuk membantu keluarga dan adik-adiknya. Apalagi sepeninggalan Ayah
ekonomi keluarga kami terus memburuk.
Mei menjadi kebanggaan Ibu. Setiap hari, Ibu bercerita tentang Mei yang
kelak akan menjadi seorang sarjana. Kadang, aku cemburu ketika Ibu selalu
membangga-bangga Mei secara berlebihan, tapi Mei memang telah melakukan
segalanya demi pendidikan dan keluarga.
Setiap pagi jumlah kupu-kupu di kamar Mei terus bertambah hingga aku
tidak bisa menghitung saking banyaknya. Ketika Mei keluar kamar, banyak sayap
kupu-kupu yang patah menempel di tubuhnya, tapi dia tidak peduli. Mei hanya
akan langsung masuk ke kamar mandi untuk membilas semua sayap-sayap itu.
“Pasti pekerjaan Kakak berat, ya?” basa-basi aku bertanya ketika kami
menyantap nasi uduk untuk sarapan.
Mei terlihat sangat kelelahan dan aku baru tahu kalau dia pulang bekerja
pukul tiga dini hari. Pasti sangat melelah, apalagi paginya Mei harus kuliah.
“Kakak sudah terbiasa. Ini tidak seberat yang kamu pikirkan,” jawabnya.
Ah, kakakku ini memang benar-benar pekerja keras. Diam-diam aku berdoa
semoga aku juga bisa sepertinya; menjadi kebanggan Ibu dan keluarga.
“Hari ini aku harus langsung ke tempat kerja. Kamu tidak perlu
menungguku pulang.”
Setelahnya Mei pergi dan hingga pukul lima dini hari dia belum juga
pulang. Aku tentu khawatir meski berulang kali Mei mengatakan dia memang biasa
pulang pagi karena kerja sif malam. Namun, tetap saja aku khawatir.
Bagaimanapun, Mei adalah perempuan, dan berada di luar ketika malam sangatlah
berbahaya.
Aku beranjak dari kamarku kemudian membuka pintu kamar Mei. Di sana
kupu-kupu makin banyak jumlahnya, berebut tempat, berputar-putar di atas
ranjang seperti angin puting beliung.
“Dari mana sebenarnya kalian berasal?” gumamku diikuti suara kunci yang
diputar. Tak berapa lama Mei muncul dari balik pintu dengan wajah kusut
kelelahan.
“Kamu tidak tidur?” tanya Mei sembari melangkah masuk. “Bukankah aku
sudah bilang untuk tidak menunggu?”
“Aku bukan tidak tidur, tapi sudah bangun. Ini sudah subuh, Kak.”
Mei tidak menjawab. Dia hanya membuang napas berat sebelum menutup pintu
kamar dengan ribuan kupu-kupu di dalamnya. Mei tidak keluar setelahnya. Dia
baru keluar ketika hari sudah beranjak senja.
“Selesai makan Kakak ingin kamu ke minimarket depan gang untuk beli
beberapa kebutuhan dan jangan pulang sebelum jam sepuluh.” Mei memberiku
beberapa lembar uang dan daftar belanjaan.
“Kenapa aku tidak boleh pulang sebelum jam sepuluh?”
Mei tidak menjawab. Dia hanya melanjutkan makan, sedangkan aku
diselimuti banyak pertanyaan tentang kakakku ini. Apa yang sedang disembunyikan
Mei?
“Besok aku ingin melihat tempat kerja Kakak.” Entah apa yang aku
pikirkan ketika mengatakan itu. Namun, aku tahu Mei menyembunyikan sesuatu
dariku.
“Untuk apa?” Kali ada nada kesal yang begitu kentara dari suara Mei. Dia
mendengus sebelum meletakkan sendoknya ke piring yang menimbulkan suara nyaring.
“Bukankah kamu ke sini untuk liburan?”
“Aku hanya ingin tahu tempat kerja Kakak.”
“Tidak perlu. Sekarang pergilah ke minimarket dan jangan kembali sebelum
jam sepuluh.”
Setelahnya tidak ada pembahasan lagi; Mei beranjak ke kamar, membanting
pintu kamar dan tidak keluar lagi. Dan itu bukan terakhir kalinya Mei bersikap
sedemikian rupa ketika aku membahas tentang tempat kerjanya. Mei selalu
menghindari pertanyaanku.
***
Aku tahu ada yang disembunyikan Mei dariku. Di malam-malam tertentu dia
menyuruhku ke minimarket dan tidak mengizinkanku pulang hingga waktu yang dia
tentukan? Aku tidak tahu apa sebenarnya pekerjaan Mei. Dia selalu marah ketika
aku memaksa untuk ikut ke tempat kerjanya. Kenapa dia selalu pulang pagi? Dan
yang membuatku terus berpikir adalah mengapa kupu-kupu di dalam kamarnya kian banyak
seolah akan meledakkan kamar itu? Ada yang aneh antara Mei, pekerjaannya, dan
ribuan kupu-kupu di kamarnya.
*selengkapnya di https://ideide.id/kupu-kupu-di-kamar-mei.html
CATATAN: untuk cerpen yang tayang di media daring atau media cetak yang mempunyai website hanya akan saya post sebagian di blog. Jadi untuk membaca cerpen selengkapnya silakan kunjungi situs media tersebut yang saya cantumkan di bagian awal akhir dari postingan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar